Ada yang tahu dimana Tuhan berada?

                          



  Sebagai bentuk rasa syukur atas rohmat Allah swt. Sudah berkenan memberi rizki berupa kouta smartfreen unlimited. Saya akan menuliskan sesuatu untuk di posting agar kouta itu tidak sia-sia.

2 dekade terakhir ini entah seberapa banyak oksigen yang telah kuhirup dibawah teriknya Matahari, tidak hanya O2 yang terhirup, seringkali "Entut.e kancane" ikut menyusup masuk ke dasar paru-paru. Pelbagai O2 dari banyak tempat, suku, ras, bahasa, agama, atau  manapun itu pokoknya tidak melulu bernafas di Bumiroso (desa dimana Saya bersama Ibu dan tiga orang Adik tinggal) saja. Kuadriliun (sepuluh pangkat lima belas) O2 sebanyak itu sudah ikut menyumbangkan energi bagi terpompanya aliran darah didalam pembuluh darah seorang "Ravi".

Mulai dari belajar mengenal angka ada 0-9 kemudian berlatih membaca cerita Nabi-nabi di sebuah taman kanak-kanak, sampai diajarkan cara menghitung magnitudo mutlak sebuah Bintang raksasa beserta jaraknya dari Bumi di sebuah laboratorium. Dimulai dengan membaca status Facebook tonggone sampai membaca tumpukan buku karya John Maxwell atau belajar cara berkomunikasi ala Dale Carnegie, disela waktu juga terkadang memahami konsep arus AC karya Nikola Tesla, atau sekedar menjadi pecinta seperti yang diteladankan oleh Rabiah Al-Adawiyah serta Jalaluddin Rumi, sedikitnya sudah tersimpan beberapa megabytes dalam neuron otak ini.

Saat sedang era populernya "dir-diran" (sebutan untuk permainan kelereng) sempat Saya dengar cerita ada seorang tokoh agama dibunuh karena perkataanya, kira-kira seperti ini "Aku adalah Tuhan, Tuhan adalah Aku" Ialah Syekh Siti Jenar. Cerita itu tak begitu digubris oleh nak kecil yang setiap sore juga dolanan bal-balan (sebutan untuk permainan bola) di depan plataran Masjid. Tapi kemudian, saat Si anak kecil itu pulang dari "dolan" jauhnya, Ia justru menjadikan cerita itu sebagai bahan "bal-balan" di otaknya.

Saya sangat interesting dengan dunia science, sejak SD berbagai pertanyaan terbit dari timur otak kiri namun tak tenggelam menuju bagian barat otak kanan, pertanyaan itu persis berhenti ditengah-tengah otak. Dari mulai kenapa warna daun Hijau? kenapa sesuatu yang bewarna Hijau dan menempel di Pohon itu disebut Daun? kenapa bisa Pohon keluar dari tanah? atau kenapa ya orang yang kita cintai justru malah mencintai orang lain, bukan kita (bukan curhat, bercanda).

Kemudian saat SMP ada seorang guru bernama Slamet Widodo (yang kemudian saya ketahui beliau adalah bapak dari Mas Amar Kusuma, peraih medali Emas Olimpiade Astronomy International) melihat kelihaian saya menjawab pertanyaan kenapa setiap daerah di semua belahan dunia ini memiliki waktu yang berbeda, secara kompleks. Mulai saat itulah Saya diajak beliau menyusuri ilmu tercintah yakni Fisika, kemudian sampai mengikuti Olimpiade Fisika dan berakhir kekalahan. Saya belajar bagaimana atom (bagian terkecil dari suatu materi) dapat kepanasan dan akan "mloncat" kesana-kemari sama eperti pejabat yang didemo karena sikap kurang baiknya kepada rakyat, besi akan memuai dan bertambah panjang.

Saya selalu bertanya-tanya kenapa cahaya bisa bercahaya? atau kenapa 1+1 =2
kenapa semua orang di dunia ini sepakat 1+1 = 2?  benar-benar semakin menjadi tanya besar disaat semua orang, tidak peduli darimana asalnya, siapa bapaknya, apa makan malamnya, siapa pilihan politiknya, tentara atau polisi, pacarnya lucinta luna atau bukan, bakul cilok atau bakul batagor depan kolam renang mangli semua sepakat 1+1 = 2.

Sedangkan di sudut lain dunia ini, saya dibuat terheran saat bertemu dengan berbagai isi kepala yang sangat berbeda dan beragam, walaupun sama-sama kepala manusia. Bahkan, sekelompok manusia yang terlahir dari rahim satu perempuan yang sama, mereka bisa saling membunuh hanya karena berbeda isi kepalanya. Contoh lain yang agak menyedihkan saat antara Kamu dan Aku berbeda pilihan, Aku memilihmu namun Kamu memilihnya (lagi-lagi bukan curhat).

Sebenarnya agak sulit menjelaskan apa yang ada didalam semak-semak neuron otak ini,  tapi sungguh puncak segala Ilmu adalah Tauhid, kita mempelajari mempelajari Biology, Geology, Kimia, Sosiologi, Ekonomi, Fisika, Matematika, Sejarah, atau Ilmu apapun itu puncaknya Allah ta'ala. Semua Ilmu yang kita pelajari akan memberikan pelajaran tentang asal mula Ilmu itu sendiri.

Jika berkenan sedikit menggunakan nalar dan lebih banyak membuka hati, sebenernya Ilmu itu hanya "mendeskripsikan" Allah itu sendiri. Jikalau Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi atau yang akrab disapa Al-Jabbar karena dikenal dengan cetusannya tentang Ilmu Matematika Al-Gebra, yakni persamaan yang digunakan Mark Zukerberg untuk dapat membuat Facebook (serius, facebook ada karena jasa Al-Jabbar).
Bahwa,

(3 x Y = 6)
maka kita bisa langsung menghitung,

(Y)-nya bernilai (2)

ini contoh sederhana, lebih rumit lagi persamaan penting ini mampu menjawab berbagai personal besar dunia, Masyaallah.

Tapi apakah Al-Jabbar itu benar-benar yang menciptakan persamaan itu? coba kita renungkan dan gali lebih dalam bahwa mau Al-Jabbar lahir atau tidak, mau beliau ada atau tidak. "Hukum Alam" sudah menghukumkan bahwa (3 x Y = 6) nilai (Y) = (2) itu sudah pasti dan mutlak. Dan uniknya semua orang meyakini dan percaya itu, tidak akan mungkin nilai Y = selain (2). Al-Jabbar hanya lebih awal cerdik untuk menemukan Hukum ini, hukum yang sudah ditetapkan oleh sang Maha Menetapkan.

Dalam Biology, anda dan saya sebagai manusia pasti percaya bahwa kitalah pemilik dan pengendali atas tubuh jiwa dan raga sesosok "Manusia" itu sendiri. Diri kita ya kita yang mengontrol, tapi apakah demikian? bagaimana dengan kemampuan pengelihatan anda, memang benar anda dan saya dapat sama-sama melihat suatu entitas. Tapi apakah anda mengetahui kenapa anda bisa memiliki kemampuan menglihat itu? apakah anda harus berlatih kemampuan menglihat itu dengan bertapa di goa hiro misalnya?

Pernahkan saat sebelum anda lahir, anda terlebih dahulu menyetting akan berbentuk seperti apa rambut anda, keriting ataukah lurus. Akan berbentuk seperti apakah hidung anda, mancung atau pesek. atau kenapa jari tangan anda sejumlah 10? apakah jumlah itu memang anda yang menginginkannya? kenapa tidak memilih memiliki 13 jari agar lebih banyak benda bisa terpegang.

Atau agar lebih mudah memahami, sekuat-kuatnya kekuasaan Donald Trump (yang kabar buruknya kemarin gagal dimakzulkan) apakah mampu melihat dan mengendalikan setiap mililiter sel darah merah yang mengalir dalam tubuh Donald Trump? saya rasa tidak, dan jika begitu siapakah yang mengontrol dan mengendalikan semua ini? ada yang bisa menjawab?

Didalam Kimia kita mengetahui bahwa proses pernafasan manusia dengan menghirup oksigen (O2) akan menghasilkan karbon dioksida (CO2). Sedangkan yang bernafas tidak hanya manusia, tumbuhan juga bernafas hanya saja mereka menghirup CO2 lalu dikeluarkan menjadi O2. Sungguh jikalau anda berpikir bagaimana jadinya jika ratusan orang di Wuhan, China (tidak ada kaitanya dengan Corona) terus-menerus menghirup oksigen dan  dibantu 1 milyar penduduk India tanpa ada produksi O2 yang mengimbanginya. Pertanyaannya, siapakah yang secerdas dan seteliti ini membuat konsep kesinambungan dan keseimbangan seperti kehidupan seperti ini?

Dalam Ekonomi juga demikian, keseimbangan permintaan dan penawaran adalah nyawa dalam perekonomian suatu bangsa. Perekonomian akan hancur jika jumlah permintaan terlalu banyak melampaui kemampuan penawaran, inflasi akan terjadi. Secara singkat saya akan hubungkan dengan sebuah anjuran dan perintah dalam agama Islam bawasanya bershodaqohlah si-Kaya kepada si-Miskin, berzakatlah kalian karena didalam setiap nominal uang dalam dompet kalian terdapat uang hak orang-orang miskin. Suri tauladan baginda Nabi kitapun demikian mengajarkan bagaimana tangan diatas (memberi) lebih baik dari (meminta). Dianjurkan pula untuk menjauhi riba, itu semua adalah sebuah proses dan cara untuk menyeimbangkan permintaan dan penawaran. Surplus akan mengisi defisit, defisit akan terisi surplus Masyaallah.. Lagi-lagi siapa arsitek dibalik proses kehidupan ini?

masih banyak lagi bahkan terlalu banyak karena memang semua hal berpuncak serta berhilir menuju Tauhid.

Tuhan begitu kuasa dan gagah menciptakan perbedaan dalam kehidupan, semua hal begitu kompleks dan berbeda-beda. Dari pedalaman suku Aztec di Mexico sampai Kerajaan Agung Sejagad di Purworejo memiliki kepala suku berbeda-beda. Dari sungai sepanjang ratusan kilometer di Brazil berisikan ikan raksasa arapaima sampai sungai depan Masjid al-mansyur berisikan bendong dan johir milik pak Kyai.

Dunia begitu luas, Rumah saudagar kaya milik pejabat yang sangat besar jauh lebih besar  dari Gubuk kecil tempat kita tinggal masih tidak ada apa-apanya dari luasnya dan besarnya galaxy, bahkan galaxy itu sendiri masih membentuk galaxy baru dari kumpulan galaxy - galaxy, kumpulan galaxy baru itu masih berkumpul menjadi gugusan galaxy, gugusan itu masih (haduh capek saya mengurutkan) luas sampai mentok mungkin bersebelahan dengan rumah alien dari planet Namex.

Tapi Tuhan juga tak kalah elegan dan jenius, ditengah perbedaan yang Ia ciptakan, ditengah ributnya lebih baik mana negara ini berdiri sebagai Negara demokrasi atau khilafah. Tuhan dapat dengan mudah membuat semua Manusia satu pendapat bahwa 10+10 = 20 tidak peduli yang menjawab mantan pendukung Jokowi atau Prabowo yang sempat ribut itu, mereka akan sepakat satu jawaban.

beberapa hari lalu saya bertemu dengan seorang Atheis, dan dia dengan mudahnya mengatakan "Tuhan itu tidak ada" seperti apakah perbincangan kami? bagi para pembaca, jika masih berkenan menyikmaknya maka akan ada episode selanjutnya hehe.

Tapi satu hal, saya kagum dengan para Atheis, mereka berprinsip "Lebih baik jadi orang Baik, daripada orang berAgama" mereka orang Atheis dalam hidupnya selalu ingin berbuat baik tanpa pamrih, dan statistik membuktikkan negara dengan penduduk atheis lebih sejahtera ketimbang negara agama yang terus menerus berkonflik seperti Iran. Saya rasa memang itu jauh lebih baik daripada orang yang mengatakan dirinya berAgama tetapi melukai hati saudara seAgamanya, merendahkan, bahkan menjatuhkan juga tak segan saling membunuh saudara sedarahnya.

dan disaat sang Atheis itu semakin yakin bahwa untuk melakukan kebaikan tak harus lebih dulu mempercayai Tuhan, justru Saya semakin merasa dekat dan yakin dengan Tuhan serta begitu kagum atas kuasanya menjadikan Makhluk ciptaanya begitu bermacam-macam.

Komentar

Postingan Populer